Senin, 22
April 2024 SMA Negeri 1 Mirit mengadakan upacara bendera dalam rangka
memperingati Hari Kartini. Upacara berlangsung dengan hikmat di lapangan utama
SMA, yang diikuti oleh guru, karyawan beserta siswa-siswi kelas X dan XI. Pada upacara
tersebut siswa yang bertugas adalah OSIS SMA Negeri 1 Mirit sedangkan pembina
upacara yaitu Ibu Faidah Setyaningsih, S.Sos.
Tanggal 21
April bangsa Indonesia merayakan Hari Kartini untuk menghormati perjuangan
seorang pahlawan nasional yaitu Raden Ajeng Kartini. Peringatan Hari Kartini
tidak hanya pengingat akan dedikasi Kartini dalam memperjuangkan hak-hak
perempuan, tetapi juga sebuah kesempatan untuk merenungkan bagaimana visinya
terus mempengaruhi dan menginspirasi perempuan Indonesia di era yang modern
ini.
Dalam amanatnya Faidah
Setyaningsih menyampaikan sejarah singkat tentang profil Raden Ajeng Kartini.
“Raden Ajeng Kartini adalah tokoh
pahlawan wanita yang berasal dari keluarga bangsawan Jawa. Kartini lahir di
Jepara, Jawa Tengah pada tanggal 21 April 1879. Ayahnya bernama Raden Mas
Adipati Ario Sosroningrat serta Ibunya bernama M.A. Ngasirah. Ayah Kartini
merupakan seorang patih yang kemudian diangkat menjadi bupati Jepara saat
setelah Kartini dilahirkan. Meskipun berasal dari keluarga terpandang dan
terpelajar, namun keluarga Kartini masih memegang teguh tradisi, termasuk
mengenai peran perempuan dalam keluarga.
Kartini menempuh pendidikan hanya
sampai usia 12 tahun di Europese Lagere School (ELS). ELS adalah sekolah dasar
milik pemerintah Hindia Belanda. Oleh sang ayah, Kartini diminta untuk tidak
melanjutkan sekolah. Ia pun mulai dipingit sesuai kebiasaan tradisi.
Selama dipingit, Kartini tidak
diam saja di rumah. Ia mulai menulis surat kepada teman-temannya yang
kebanyakan berasal dari Eropa, seperti Estelle atau Stella Zeehandelaar,
Jacques Henrij Abendanon, Rosa Manuela Abendanon, dan lainnya.
Melalui surat-suratnya, Kartini
menyampaikan banyak kritik, termasuk mengenai praktek poligami yang masih kerap
dilakukan di kalangan ningrat Jawa, yang sebagian besar adanya faktor paksaan
dari orang tua agar putrinya mendapatkan suami dari kaum bangsawan. Menurut
Kartini, gadis-gadis tersebut tidak dapat dipersalahkan karena pada umumnya
mereka merupakan anak-anak dari keluarga biasa atau rakyat jelata. Para orang
tua berangan-angan agar mendapat kemewahan, kehormatan, dan kenikmatan duniawi.
Dengan caranya dan perjuangannya,
Kartini ingin menyadarkan bahwa kaum perempuan di Jawa atau Indonesia seharusnya
lebih dihargai dan mendapatkan kesetaraan seperti halnya kaum pria. Perempuan
tidak hanya di dapur dan di sumur.
Setelah R.A. Kartini wafat,
saudara perempuannya melanjutkan pembelaannya untuk mendidik anak perempuan. Surat-surat
Kartini yang terkumpul diterbitkan di sebuah majalah Belanda dan akhirnya, pada
tahun 1911, menjadi karya dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang.â€
        Pada kesempatan tersebut, waka
kurikulum yang biasa disapa Faidah juga berpesan kepada siswa-siswi SMA Negeri
1 Mirit bahwa sebagai generasi muda harus bisa menghargai peran pahlawan dalam
membangun bangsa ini, dan membangun komitmen kita untuk menciptakan masa depan
yang lebih lebih baik.
“Sebagai siswa jangan hanya sibuk
menata penampilan tetapi sibukkanlah kalian menata masa depan†kata Faidah.
        Sebagai perempuan Indonesia, kita
memiliki tanggung jawab untuk terus berperan aktif dalam mewujudkan masyarakat
yang adil dan sejahtera. Mari berjuang dan belajar bersama meraih kemerdekaan
dan kesetaraan yang sejati.
Selamat Hari Kartini!
(Rn)